Kolaborasi Perangkap “Tikus” ICW

foto : gigsplay.com

suaramarhaen.com, Denpasar. Kolaborasi, menjadi kata yang tepat untuk menyelesaikan problem di negeri ini. Begitu juga penyelesaian masalah korupsi yang merusak sendi-sendi kehidupan di masyarakat saat ini, tentu haruslah memandang penting untuk semua pihak untuk berkolaborasi. Korupsi, menjadi daya rusak tersendiri dalam keberlanjutan pembangunan di negeri ini.

Melalui kampanye anti korupsi yang diinisiasi oleh kolaborasi berbagai pihak, ternyata menjadi hal penting dalam meletakkan pondasi bahwa penyakit yang bernama korupsi di negeri ini haruslah diperangi bersama. Festival Budaya Anti Korupsi adalah peneguhan diri dari insiatif masyarakat sipil yang berkolaborasi dengan birokrasi pemrintah untuk melakukan perubahan di negeri ini, khususnya di Bali.

Strategi memasang perangkap “tikus” menjadi tindakan strategis ICW untuk mengajak berbagai elemen masyarakat sipil di beberapa tempat termasuk di Bali. Yang tentunya, berbagai elemen dari LSM bahkan seniman dan pemusik terlibat penuh di dalamnya. Dimana inisiatif untuk melansir album kompilasi “frekwensi perangkap tikus” yang melibatkan sekitar 10 grouup band di nusantara untuk terlibat dalam kampanye anti korupsi ini.

Band Navicula, sebagai band yang beraliran music rock alternative (grunge) yang berasal dari Bali adalah salah satu dari 10 band yang terlibat dalam kompilasi album frekwensi perangkap tikus yang diinisiasi oleh ICW. Karya nyata yang disuguhkan oleh band asli Bali ini adalah single yang berjudul “Mafia Hukum” (lihat www.beranijujur.net).

Di Denpasar, festival dengan kolaborasi yang sudha terlaksana pada Sabtu (13/4) ini tak lain juga membuat tonggak untuk merealisasi cita-cita dari pesan moral yang disampaikan oleh kelompok masyarakat sipil/LSM dan seniman dan birokrasi Pemerintah Kota Denpasar. Gedung Sewaka Dharma, dipilih menjadi symbol pemerintah yang jujur dan transparan sebagai abdi Negara tentu memiliki arti tersendiri dalam rangkaian kegiatan festival ini. Maka, kelompok masyarakat sipil dan pemerintahan kota Denpasar yang meneguhkan diri sebagai panitia bersama Festival Budaya Anti Korupsi menetapkan Gedung Sewaka Dharmasebagai pilihan tempat berkegiatan untuk menghidupkan semangat jujur, bersih dan transparan.

Kegiatan ini juga melibatkan banyak komunitas muda dan pelajar dari Denpasar untuk bersuara bersama untuk mengaungkan semangat Bali tanpa korupsi. Hal ini tak lain, bagian dari pendidikan moral yang terbuka kepada kaum muda, sekaligus menamkan budaya tidak korupsi kepad kelompk muda. Yang tentu saja pesan ini juga berlaku untuk semua kalangan.

Keterlibatan perseorangan dan kelompok, bahkan kalangan seniman dalam melakukan control social dan politik adalah hal penting dalam proses partisipasi public. Seniman, dalam hal ini ternyata juga memilki tanggung jawab untuk membingkai karyanya mejadi media informasi yang mendidik dan bernilai kejujuran serta keterbukaan. “Karena seni bukan untuk seni tapi untuk rakyat, “ kata Gede Robi vokalis Band Navicula. Gede Robi sebagai seniman muda tentunya mendukung proses pembangunan dan pelestarian budaya Bali dengan nilai-nilai yang  juur, bersih dan transparan seperti yang sedang dilakukan oleh pemerintah Kota Denapsar saat ini.

Dalam kegiatan festival yang dilansungkan pada 13 April 2013 di lingkungan Gedung Sewaka Dharma –Lumintang ini digelar berbagai kegiatan seni. Diantaranya, lomba menggambar anak yang bertema Bali Impian Tanpa Korupsi, Pameran Lukis oleh Made Bayak, seni mural dan teatrikal oleh komunitas seniman muda di dari Denpasar. Juga, yang tak kalah penitng, sekitar 6 group band dari berbagai belahan nusantara juga turut meramiakan dalam panggung demokras  dibuka langsung oleh Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra. Sebagai seorang pemimpin kepala daerah yang sangat getol memberikan warna perubahan dalam capaian pemerintahan yang bersih di Bali saat ini.