“PARIWISATA” Bukan Jawaban Untuk Kesejahteraan Bali - Suara Marhaen
Headlines News :
Home » , » “PARIWISATA” Bukan Jawaban Untuk Kesejahteraan Bali

“PARIWISATA” Bukan Jawaban Untuk Kesejahteraan Bali

Written By Unknown on Saturday, April 13, 2013 | 12:42 AM

suaramarhaen.com. Kemegahan pariwisata di Bali, menjadikan pariwisata sebagai andalan perekonomian. Begitupun dengan pola piker masyarakatnya yang cenderung mengagung-agungkan pariwisata sebagai sumber penghasilan dan kehidupan utama. Hal itu membuat sebagian besar masyarakat berbondong-bondong merebut kue hasil industry pariwisata itu.
Pembangunan pariwisata yang terpusat di Bali selatan (Denpasar, Badung dan Gianyar) menyebabkan arus urbanisasi sangat tinggi. Dengan demikian Pembangunanpun menjadi terpusat di 3 kabupaten itu saja. Tak pelak kesenjanganpun terjadi antara daerah di Bali. kunjungan wisatawan ke Bali Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah wisman melalui Bandara Ngurah Rai pada Desember 2011 naik 11,61 persen dibandingkan dengan Desember 2010, yaitu dari 222.500 orang menjadi 248.300 orang pada Desember 2011. Begitu pula jika dibandingkan dengan November 2011, jumlah wisman ke Bali naik sebesar 12,71 persen.

Namun disisi lain kemiskinan di Bali justru semakin kelihatan. Ini menandakan bahwa pariwisata bukanlah sector ekonomi yang mampu mensejahterakan masyarakan secara umum. Hanya kalangan pemilik modal yang bisa menikmati gemerincing dolar pariwisata itu. Rakyat Bali cenderung menjadi “penonton” dari kemajuan pariwisata karena ketidak mampu untuk bersaing dengan pemilik modal.
Kita lihat saja begitu banyak penginapan yang ada di Bali namun hamper 80% bukan dimiliki oleh masyarakat Bali. Potensi pariwisata justru lebih banyak dimiliki oleh pemodal asing. Bahkan Pendapatan asli daerah yang berasal dari pariwisata hanya didapatkan dari pajak bukan sebagai usaha asli daerah. Kesenjangan inilah yang memicu lambanya perbangunan di daerah-daerah yang tidak memiliki potensi pariwisata di seperti di bali selatan.
Isu pemerataan pembangunan pariwisata di seluruh daerah di Bali bukaklah solusi untuk membangun pula dewata. Begitu banyak potensi selain pariwisata yang dimiliki, namun tidak mampu dikembangkan secara maksimal oleh pemerintah. Contohnya kabupaten Buleleng, kabupaten dengan garis pantai terpanjang yaitu 144 km, sehingga memiliki potensi kelautan yang sangat baik. Namun belum mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh pemimpin daerahnya. Bahkan “harta karun” itu justru diserahkan pengelolaannya kepada asing. Dengan berdalihkan investasi potensi itu kini dimiliki oleh perusahaan Thailand dan Korea Selatan.
Tiga pilar pembangunan yang saling terintegritas yaitu Pertanian, Pariwisata dan Industri kecil seharusnya mampu menjadi sebuah “bangunan” ekonomi yang kokoh. Pembangunan ekonomi yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Potensi pertanian yang hampir dimiliki oleh seluruh daerah dan masing-masing memiliki produk unggulan. Seperti, kabupaten Tabanan denga Potensi tanaman pangan dan hortikultura dengan produk unggulan beras Merah, Kabupaten Bangli dengan potensi tanaman perkebunan yaitu Kopi dan jeruk, karangasem dengan produk unggulan buah salak, Buleleng dengan mangga, cengkeh dan anggur, dan kabupaten Negara dengan tanaman kelapanya. Potensi pertanian yang berlimpah itu tidak mampu dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah.
Daerah pariwisata seperti di badung selatan dan Denpasar, serta daerah industry kecil yang terpusat di gianyar (industry kerajinan) mestinya mampu menciptakan sebuah “bangunan” Ekonomi yang kokoh. jika seluruhnya diintegasikan. Pertanyaannya apakah pemerintah mampu mengelola potensi itu?
Pemimpin-pemimpin Bali tidak lagi menempatkan pertanian sebagai pilar utama pembangunan Bali. hal itu berimplikasi pada lemahnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan pertanian. Petanipun cenderung mengalihfungsikan lahanya (terutama di perkotaan) karena memandang pertanian tidak menguntungkan lagi. Arus alih fungsi lahan yang mencapai 1000 ha pertanhun dalam sepuluh tahun terakhir menjadi cermin lemahnya peran pemerintah dalam membangun pertanian di Bali.
Maka dari itu perlu sebuah grand desind pembangunan Bali secara menyeluruh sehingga tiga pilar itu mampu berjalan beriringan dan saling terintegrasi. Tentunya perlu adanya keinginan dari pemerintah untuk mengakomodir dan memanfaatkan potensi yang ada. Serta kesadaran masyarakat bahwa pariwisata bukalah satu-saatunya potensi dan Pariwisata bukan jawaban untuk kesejahteraan Bali.
Share this article :

1 comments :

  1. Saya Yan Bagia Jatiluwih berharap Tiga Pilar Pertanian, Pariwisata dan Industri kecil ini dibuatkan sop yang jelas dan dilaksanakan dengan baik sehingga Bali Mandara yang telah berjalan hampir 5 tahun ini bisa benar-benar optimal.

    ReplyDelete

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Suara Marhaen - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger